Pendiri Lippo Group Mochtar Riady menjadi tamu kehormatan di ajang Nikkei Asia300 Forum di Tokyo, Jepang, Senin (21/5), untuk berbagi pengalaman dan perjuangannya dalam membangun salah satu konglomerasi bisnis terbesar di Indonesia dan Asia.
Selain perjalanan hidupnya yang penuh pelajaran berharga, Mochtar juga dinilai sangat berkompeten sebagai nara sumber karena Lippo Group berhasil masuk Nikkei Asia300. Mulai bulan ini, Mochtar juga mendapat kolom khusus di harian bisnis terkemuka Jepang, Nikkei.
Dalam pidatonya selama sekitar 45 menit berdiri di atas podium, ditambah 30 menit dialog dengan pembawa acara, Mochtar berkisah banyak hal, dari masa kecilnya di Jawa Timur hingga perjalanannya ke Jakarta untuk merintis usaha perbankan yang kemudian mendunia.
Salah satu kisah yang paling menarik adalah ketika dia diundang oleh Jack Ma, pendiri konglomerasi bisnis teknologi multinasional asal Tiongkok, Alibaba Group.
"Pendiri Alibaba, Jack Ma, mengundang saya ke kantornya di Guangzhou untuk berbincang dengannya. Agenda awalnya adalah pukul 08.00 sampai pukul 11.00, jadi tidak sampai makan siang," kata Mochtar dalam forum yang disiarkan secara langsung via Facebook Live itu.
Dia tidak menyebutkan kapan pertemuan itu terjadi.
"Tetapi setelah pukul 11.00 dia mengundang saya makan siang dan kemudian dia meminta saya ke rumahnya sampai makan malam. Jadi akhirnya saya bersama dia sampai pukul 21.00. Kami ngobrol terus menerus sampai 13 jam."
"Saya pergi ke kantor pusat Alibaba dan mereka menyampaikan presentasi tentang Alibaba sekitar 1 jam. Dan ketika tiba giliran saya bicara, saya katakan bahwa saya mengagumi Bapak Jack Ma."
Mochtar mengatakan ada dua hal yang membuatnya kagum kepada Jack Ma.
Pertama, karena Alibaba menjadi yang pertama memperkenalkan e-payment di Tiongkok yang berpenduduk lebih dari 1,3 miliar. Jack Ma memiliki visi yang sama dengan Mochtar bahwa kelanggengan sebuah bisnis ditentukan oleh kemampuan pemiliknya beradaptasi dengan kemajuan teknologi.
Mochtar menuturkan metode pembayaran dunia mengalami berbagai revolusi penting, dimulai sekitar 2.000 tahun silam ketika orang menggunakan cangkang kerang sebagai alat pembayaran. Setelah itu digunakan logam mulia seperti emas, perak, dan perunggu.
Setelah Tiongkok menemukan kertas, mulailah digunakan uang kertas. Revolusi berikutnya, dinasti kerajaan Tiongkok ketika itu menarik semua alat pembayaran dan memusatkan otoritas percetakan uang pada negara, dan memulai peran bank sentral.
Metode pembayaran masih berkembang dengan digunakannya buku cek sebagai salah satu alat pembayaran.
"Sekarang kita memiliki e-payment. Anda tinggal menggunakan telepon seluler untuk membayar," kata Mochtar, yang baru pekan lalu merayakan hadi jadi ke-89.
Pujian kedua Mocktar untuk Jack Ma adalah diperkenalkannya e-commerce di Tiongkok.
Mochtar menuturkan perusahaan e-commerce pertama di dunia adalah Amazon di Amerika Serikat. Berbeda dengan Amazon, Alibaba tidak memiliki toko di internet, tetapi menyediakan platform atau sarana jual beli bagi penggunanya.
"Dengan platform ini, seorang petani Tiongkok bisa menjual produknya langsung ke konsumen dengan harga yang lebih tinggi. Para petani juga bisa membeli barang yang diinginkan dengan harga wajar. Jadi untuk pertama kalinya mereka bisa menikmati bisnis yang adil," kata Mochtar.
Keterbatasan akses ke pasar adalah salah satu penyebab kemiskinan, dan berkat Alibaba para pengusaha kecil bisa langsung menjual produknya ke seluruh dunia dan merdeka dari kemiskinan, ujarnya.
"Ini harus menjadi contoh yang baik untuk dunia. Di Indonesia juga kita harus mengembangkan e-commerce," kata Mochtar.
"Inilah tren yang harus kita ciptakan. Jadi saya katakan ke Bapak Jack Ma, upayanya selama ini yang saya kagumi."
Dalam kesempatan tersebut, Mochtar juga berkisah tentang seorang pengusaha tekstil di Jawa Tengah yang meminta pendapat penting darinya.
"Dia bertanya apakah industri tekstil benar sudah masuk sunset industry? Maka saya pun balik bertanya 'apakah Anda mau telanjang? Selama Anda masih memakai baju setiap hari, maka industri tekstil tidak akan pernah menjadi sunset industry'," kata Mochtar.
Dia mengingatkan bahwa masa depan industri ini bergantung pada bagaimana para pelakunya merespons perkembangan teknologi.
"Di masa depan, rancangan pabrik Anda tidak boleh dilakukan dengan cara yang tradisional. Semuanya serba komputerisasi, jadi Anda harus menggunakan komputer juga. Kalau Anda tidak menceburkan diri dalam proses ini, maka bisnis Anda akan selesai," ujarnya.
Sumber: beritasatu.com